Senin, 06 Februari 2012

Onde-Onde Kacang Merah

Onde-Onde Kacang Merah 

Onde-onde adalah makanan unik, hasil kreasi orang sabar. Gak percaya? Lihat saja, siapakah yang lebih sabar dan telaten dari pembuat onde-onde, yang bisa menata dengan rapi butiran wijen diseluruh permukaan bola onde-onde? Hehe.......

Makanan dengan bahan dasar tepung beras ketan yang dihiasi wijen ini dalamnya ada isinya kacang hijau atau kacang merah yang khas rasa manisnya. Hemmm....! Tentunya jajanan yang satu ini tak asing lagi bagi kita. Tapi tahukah anda jika ternyata onde-onde yang isinya kacang merah adalah makanan khas di daerah Jombang.

Yupz. Onde-onde kacang merah adalah makanan khas Jombang, tapi di Jombang sendiri onde-onde kacang merah ini sudah beberapa tahun terakhir ini keberadaannya sulit ditemukan. Ada memang, tapi tak sebanyak onde-onde isi kacang hijau. Masih ditemui seorang penjual onde-onde kacang merah di daerah Mojowarno. Bapak-bapak yang usianya sekitar 50 tahunan masih setia membuat jajanan onde-onde kacang merah ini. Setiap selesai sholat subuh beliau membawa jajanan ondenya dengan mengendarai sepeda kayuh. Orang-orang yang sudah biasa beli biasanya akan mengira-ira sendiri waktu untuk menunggu dipinggir jalan untuk membeli.

Onde-onde yang berdiameter sekitar 5 cm ini beliau jual dengan harga Rp.400,00 saja. cukup murah bukan? Rasanya enak lho.... buat sarapan nikmat juga. Khas rasa kacang merahnya sangat terasa. Biasanya penjual onde-onde ini akan mengayuh sepedanya sepanjang jalan dari mojowarno hingga ke pasar Cukir. Di Pasar Cukir ini kemudian beliau menghentikan kayuhan dan onde-onde lezatnya akan diserbu pembeli. Tak sampai siang hari biasanya beliau sudah mengayuh sepedanya untuk kembali pulang.

Begitulah sejak bertahun-tahun lalu. Bapak itu masih menjual onde-onde isi kacang merah. Berbeda dengan onde-onde isi kacang hijau yang banyak dijual dimana-mana, selain bapak itu, di daerah sekitar jarang sekali bisa didapati penjual onde-onde isi kacang merah seolah-olah ini menjadi sebuah bisnis yang kurang menarik.

Satu pemandangan yang menarik memang saat kita menyoroti tentang jajanan khas Jombang ini. Sederhana memang, namun cukup menggelitik untuk dicermati. Mengapa onde-onde isi kacang merah yang menjadi jajanan khas ini bisa pudar keberadaannya di Jombang itu sendiri? Padahal onde-onde isi kacang merah ini adalah simpanan kekayaan Jombang. Sangat disayangkan jika onde-onde isi kacang merah ini nantinya tidak terhiraukan dan akhirnya hilang begitu saja. Untuk itu, diperlukan kerjasama berbagai pihak untuk eksistensi kekayaaan khas Jombang. Pemerintah setempat hendaknya lebih peduli dengan hal ini, bertambah strategi dalam mengupayakan kelestarian terhadap ke-khas-an Jombang. Tentunya upaya pemerintah tidak akan dapat maksimal tanpa dukungan dari seluruh masyarakat. Semoga segera dapat kita jumpai dan nikmati dengan mudah khas lezatnya onde-onde isi kacang merah di Jombang! Mari kita tingkatkan kelestarian kekayaan khas Jombang.[Syilvi]

Permadani Pandan Khas Jombang

Permadani Pandan Khas Jombang 

Lembaran daun pandan terhampar dipojok teras rumah seorang Mbah Jainap. Daun itu seperti sedang dijemur. Untuk apakah?..... ternyata juluran-juluran pandan itu akan disulap menjadi tikar. Daun pandan yang baru dipetik itu dijemur dulu agar lemas, setelah itu dilakukan proses pembersihan dengan memisahkan duri dan lidi dari bagian daun. Kemudian dengan menggunakan bambu, daun pandan yang telah bersih dikerok agar halus. Bahkan kalau mau lebih bagus lagi biasanya direbus dulu, dikerok lagi dan diberi pewarna. Nah setelah itu, barulah dilakukan aktivitas penganyaman.

Mbah Jainap, seorang warga Desa Katemas adalah pengrajin tikar pandan. Sebenarnya, tidak hanya keluarga Mbah Jainap, namun hampir seluruh masyarakat tempat Mbah Jainap tinggal memiliki usaha yang sama, yaitu memproduksi tikar pandan. Mengayam tikar dari pandan seakan menjadi keahlian yang turun temurun diwariskan oleh masyarakat setempat, mulai dari bapak-bapak, ibu-ibu, anak-anak, Bu Lurah, Bu RT, dan siapapun di desa ini memiliki keahlian untuk menganyam tikar. Kendati demikian, bagi mayoritas warga, pekerjaan ini dianggap sebagai pekerjaan sampingan saja.

Mbah Jainap sendiri yang menekuni usaha menganyam dengan ditemani oleh menantu dan cucu yang tinggal serumah, saat tiba musim menggarap sawah, beliau beserta penduduk Desa Katemas akan turun ke sawah dan meninggalkan aktivitas menganyam. Di waktu-waktu senggang saja menganyam akan dilakukan.

Mbah Jainap sendiri mengaku, dalam sehari tiap orang rata-rata menghasilkan satu buah tikar saja. Jadi, hasil produksi tikar tidak akan berubah. Ketika ditanya apakah ada keinginan untuk memproduksi lebih banyak, dengan spontan Mbah Jainap menjawab dengan nada rendah, “Kalau dipaksa buat banyak ya percuma, karena tidak ada yang beli. Dan tikar ini juga usia simpannya hanya setahun.” Ternyata sedikitnya hasil produksi tidak membuat ‘kuwalahan’. Pasalnya,peminat tikar pandan kini semakin menurun. Hampir tiap pengrajin memiliki 3 sampai 5 lembar tikar yang ditak laku-laku. Permintaan tikar pandan sangat jarang. “orang beli tikar hanya saat mau sholat ied, ada bencana alam, atau ada orang meninggal untuk membungkus mayat….. Selain itu sepi,” Papar Mbah Jainab. Hal ini disinyalir karena banyaknya alat yang serupa fungsinya dengan tikar pandan dijual dimana-mana, seperti karpet dengan modifikasi dan motif yang tampak lebih menawan dengan alat produksi yang canggih. Masalah hargapun cukup ringan, super murah untuk hasil keuletan sebuah karya. Rata-rata masyarakat Katemas menjual langsung dengan kisaran harga jual Rp. 10.000,00 hingga Rp. 12.000,00. Kalau ada yang membeli untuk dipasarkan di kota, maka sampai kota harga bisa menjadi dua kali lipatnya.

Begitulah….. Nampak lagi satu wajah kreatifitas masyarakat yang terpotret dari secuil petak Kota Jombang. Permadani Pandan masih tetap ada ditengah maraknya permadani-permadani yang diproduksi dengan teknologi modern. Mungkin inilah, buah keuletan tangan masyarakat kita yang mungkin kini tidak banyak tersoroti akibat adanya kemilau buah dari canggihnya IPTEK era sekarang. Semoga tetap hidup kreatifitas masyarakat Jombang. Semangat Berkarya untuk Jombang! [Syilvi]

Segar Manis Es Tebu Tebu

Segar Manis Es Tebu Tebu
Tumbuhan yang satu ini menjadi menarik untuk dibicarakan. Jombang sendiri adalah salah satu daerah penghasil tebu yang cukup besar. Semula yang banyak kita tahu, tebu adalah tumbuhan yang diolah menjadi gula pasir. Dengan semakin berkembangnya wawasan, akhir-akhir ini tebu tidak semata diolah menjadi gula pasir, mulai kita temukan beragam olahan dari tebu, salah satunya adalah diolah menjadi minuman.


Es tebu. Dimana-mana sekarang gampang sekali kita jumpai penjual es tebu. Di deretan jalan di Jombang sendiri tiap beberapa meter dapat kita temui penjual es tebu. rasanya yang khas dengan manis alami begitu segar dinikmati. Seperti salah satu penjual es tebu yang mangkal di Trotoar Jalan Kusuma Bangsa, Mbak Wulan. Ibu dari seorang putri yang tinggal di Gang Masjid ini setiap harinya menggelar jualan es tebu dari jam 10.00 hingga Isya’ tiba. Menjual es tebu adalah pilihan yang diambil Mbak Wulan dengan mengorbankan pekerjaan sebelumnya. Mbak Wulan awalnya adalah penjaga salah satu toko di Pasar Citra Niaga, saat melihat di samping toko ada penjual es tebu, beliau tertarik dan akhirnya keluar dari pekerjaan menjaga toko untuk membuka usaha es tebu.


Sudah satu tahun ini profesi menjual es tebu dijalani oleh Mbak Wulan. Setiap hari, sedikitnya diperlukan 50 Kg tebu untuk jualan. Dengan harga tebu per Kilogram sebesar Rp.85.000,00 Mbak Wulan memperoleh paling sedikit Rp.100.000,00 setiap harinya. Tebu itu sendiri diperoleh Mbak Wulan dari Istana Tebu di Mojongapit. Modal untuk membuka usaha es tebu sendiri diakui Mbak Wulan menghabiskan dana sekitar 3,5 juta. Dana yang paling besar adalah pembelian mesin giling tebu yang mencapai nominal 2,4 juta. Mesin yang menggunakan bahan bakar bensin ini per harinya menuntut satu liter bensin untuk bekerja.


Pembuatan es tebu sendiri sebenarnya simpel. Tebu di kupas, dibelah menjadi dua kemudian digiling. Sari tebu yang diperoleh dengan menggiling tinggal ditambah dengan es batu maka tersajilah es tebu yang manis segar. Hemmm……..! Saat ditanya apakah punya keinginan untuk beralih usaha yang lain? Dengan spontan Mbak Wulan mengatakan tidak. “Ini saja, malah ini saya ingin membangun warung biar tidak angkat-angkat mesin gilingnya.” Iya, memang selama ini setiap harinya Mbak Wulan membawa mesin giling tebu dengan menggunakan becak bapaknya.



Banyaknya pedagang es tebu tidak membuat Mbak Wulan takut tersaingi jualannya. Mbak Wulan mempunyai trik sendiri untuk mempertahankan pembelinya. “Yang penting jaga mutu, dan harga,” Ujar Mbak Wulan yang menjual es tebunya dengan harga Rp.1000,00 per bungkusnya. Yupz….. dengan uang Rp.1000,00 kita sudah dapat menikmati es tebu yang manis dan segar.[Syilvi]